Novel Ayahku (Bukan) Pembohong merupakan buah karya salah satu novelis Indonesia yang hampir semua karyanya selalu menjadi best seller. Tere Liye seperti biasa meracik karyanya dengan banyak pelajaran yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Novel yang memiliki 299 halaman ini sukses membuat air mata saya keluar walaupun sebelumnya telah saya baca berulangkali. Tema yang diangkat novel ini menarik, yaitu tentang seorang anak yang dibesarkan dengan cerita - cerita sang Ayah, cerita yang justru membuatnya membenci ayahnya sendiri.
Sang Ayah memang seorang pendongeng yang hebat. Sepotong benda atau satu kata bisa berubah menjadi dongeng yang menakjubkan. “Ayah selalu pandai mengarang - ngarang cerita. Dari ekspresi wajahnya dan intonasi kalimatnya, kalian pasti akan menyangka semua itu benar, tidak peduli walau cerita itu amat tidak masuk akal (Liye, 2011:32).” Dongeng sang Ayah lebih dari cukup untuk mendidik Dam menjadi anak yang memiliki kepahaman hidup yang baik.
Ayah Dam sangat bijaksana. Ia selalu menyelipkan moral kesederhanaan dan perjuangan dalam setiap dongeng yang diceritakannya. “’Cerita ini sesungguhnya tentang pengorbanan, keteguhan hati. Kisah ketika kau terus maju mendayung sampan sendirian bukan karena tidak bisa kembali, tapi meyakini itu akan membawa janji masa depan yang lebih baik untuk generasi berikutnya apa pun harganya’ (Liye, 2011:183).” Kesederhanaan tidak hanya tampak pada dongeng yang ayah Dam ceritakan. Akan tetapi, kehidupan keluarga Dam terkenal begitu bersahaja. “Ayah memutuskan menelepon call center pemesanan, membeli tiket VIP sekaligus. Itu benda paling mahal yang dibeli Ayah seumur hidupnya secara tunai – rumah kami dibeli kredit dua puluh tahun (Liye, 2011:87).” Bertahun-tahun tidak ada satu pun penduduk kota yang berani meragukan apa pun yang keluar dari mulut Ayah Dam. Disamping sederhana dan jujur, sang Ayah terenal sebagai orang terhormat. “’Bahkan papa Jarjit pernah bilang Ayah adalah orang paling terhormat dibanding kolega bisnis paling kayanya (Liye, 2011:274).” Dam yang berambut keriting tidak jarang pulang dengan seragam kotor karena ejekan pada fisiknya yang berlanjut dengan perkelahian. Sang Ayah justru ringan tertawa sembari menceritakan salah satu dongengnya, sang Penguasa Angin. Dongeng ayah selalu ajaib. Tanpa sikap menghakimi, marah, atau menggertak, Dam dapat memetik makna dari cerita sang Ayah. “Jarjit masih terus sibuk menggangguku, sengaja membuat jengkel. Aku hanya menyengir tipis menatap Jarjit. Aku tidak akan tergoda menanggapinya (Liye, 2011:24).” Disamping Dam kebal dengan ejekan, Dam tumbuh dengan semangat pantang menyerah. “Tangan dan kakiku terus mengayuh. Tubuhku lemas. Ayolah, aku mendesis. Bukankah Ayah tadi malam bilang sang Kapten tidak pernah menyerah? (Liye, 2011:27)”. Meskipun dongeng – dongeng Ayah selalu luar biasa, terkadang sifat keras kepala Dam menjadikannya buta akan makna atas dongeng yang selama ini ayah ceritakan. “Sejak sore itu aku memendam sakit hati pada Jarjit. Lupakan cerita Ayah tentang suku Penguasa Angin. Aku tidak akan bersabar lagi atas olok-oloknya (Liye, 2011:47).” Dam yang melanjutkan pendidikannya di akademi gajah, suatu saat menemukan buku tua yang mengisahkan cerita persis seperti dongeng sang Ayah. Untuk kali pertamanya, Dam menerka-nerka kebenaran atas semua kisah sang Ayah. Ayah selalu tersinggung apabila Dam menanyakan kebenaran kisahnya. “’Astaga? Setelah bertahun-tahun tidak ada satu pun penduduk kota yang berani meragukan apa yang keluar dari mulut Ayah, malam ini, anakku satu-satunya meragukan sendiri ucapanku.’ Ayah berdiri, berkata lantang, menatap tajam, mengacungkan telunjuk (Liye, 2011:192).” Dam selalu memilih memendam rasa penasaran atas kejelasan cerita ayah, demi menjaga suasana bahagia terus berlangsung. Dam yang telah beranjak dewasa menyimpulkan bahwa cerita Ayah adalah untuk mendidik dan membesarkan Dam sehingga mengerti arti kesederhanaan hidup. Kesederhanaan yang justru membuat ia membenci ayahnya sendiri. “’Itu bohong. Ayah kalah dari kehidupannya! Dia tidak bisa jadi si Raja Tidur yang gagah perkasa. Dia tidak bisa jadi hakim yang berani. Karena itu dia mengarang cerita itu. Dia memutuskan menjadi pegawai golongan menengah, menjauh. Dia sebenarnya penakut, membangun benteng penjelasan adakalanya hidup harus mengalah, maka dia menciptakan cerita suku Penguasa Angin’ (Liye, 2011:274)”. Sifat keras kepala Dam, menjadikannya memilih menutup hati atas segala penjelasan. Penjelasan Taani, istri Dam. “’Cerita itu tidak bohong, Dam. Kalaupun bohong, ada alasan baiknya. Bukankah kau jadi perenang handal setelah mendengar cerita tentang sang Kapten? Kau jadi ingin tahu dunia luas dan menyayangi alam sekitar saat mendengar cerita Lembah Bukhara. Bahkan yang paling sederhana, kau membenci rokok setelah mendengar cerita seperti suku Penguasa Angin’ (Liye, 2011:274).” Kebencian Dam pada sang Ayah karena dia menolak melakukan apa saja demi menyelamatkan Ibu membuat Dam tidak adil menilai sang Ayah. “Ayah tersengal, tubuh tuanya bergetar. Taani mencengkeram lenganku, menyuruh berhenti bicara. Tidak, aku tidak akan berhenti sebelum Ayah paham, sebelum Ayah berjanji benar-benar memutus apa saja cerita dari mulutnya (Liye, 2011:279)”.
Penggambaran tokoh sang Ayah pada novel ini membuat saya terkagum dengan sosoknya. Karakter Sang Ayah yang jujur, sederhana, dan terhormat, tergambar sangat kuat dalam novel ini. Tidak hanya dalam bentuk cerita penulis, tetapi tokoh lain mengungkapkan betapa terhormatnya keluarga sang Ayah. Meskipun sang Ayah pendongeng yang hebat, sifat bijaksananya tidak hilang. Akan tetapi, kebijaksanaa sang Ayah tercermin dengan kuat dalam dongeng-dongeng yang selalu dibumbui nasihat kebaikan. Sang Ayah terbilang sukses dalam mendidik anaknya. Dam tumbuh dengan pemahaman yang berbeda dengan anak lainnya. Dam terlatih hidup dengan penuh perjuangan dan kesederahanaan. Kasih sayang sang Ayah terlihat dari ketidak enggannya Ayah dalam meluangkan waktunya untuk sekedar menceritakan dongeng kepada anaknya. Akan tetapi, dibalik sifat bijaksana sang Ayah, yang membuat saya bingung, mengapa sang Ayah tidak memiliki penjelasan bahkan tersinggung dan marah ketika Dam bertanya mengenai kebenaran ceritanya. Sewajarnya, sang Ayah memiliki suatu cara untuk memberi kejelasan atas dongengnya sehingga Dam tidak lagi sibuk berpraduga. Dam, anak tunggal sang Ayah memiliki kepribadian pantang menyerah yang kuat. Berkat dongeng sang Ayah, Dam tidak mengenal arti putus asa. Dam juga kebal dengan ejekan, walaupun terkadang masih labil karena Dam tetaplah anak-anak seusianya yang akan terpancing untuk berkelahi ketika merasa direndahkan. Dam yang tumbuh dengan kesederhanaan, ketika dewasa berbalik membenci kesederhanaan tersebut dan menganggapnya dengan kebohongan semata. Sifat keras kepala Dam tercermin sedari Dam masih kanak-kanak hingga dewasa. Sifat inilah yang menghalangi dirinya untuk bisa melihat kebenaran.
Meskipun terdapat beberapa teka-teki yang tidak dijelaskan lebih lanjut oleh penulis, novel ini tidak mengurangi minat saya untuk terus membaca ulang. Kebijaksanaan sang ayah yang tercermin dalam gayanya ketika menceritakan kisahnya turut membawa saya untuk masuk dalam cerita dan memetik makna atasnya. Dam, yang telah dididik dengan dongeng yang menjadikan pemahaman hidupnya berbeda dengan anak seusianya, berhasil membuat pikiran saya lebih terbuka. Novel yang kaya dengan kisah-kisah sang Ayah yang terkadang tidak masuk akal ini, sangat direkomendasikan untuk dinikmati apabila ingin mendapatkan secercah pemahaman baru yang lebih baik.
Hal - hal yang perlu diperhatikan ketika menulis teks ulasan
1. Orientasi :
Gambaran umum karya yang akan diulas.
2. Tafsiran isi :
Pandangan penulis tentang karya yang akan diulas, dibandingkan dengan karya lain yang sejenis.
3. Evaluasi
Penilaian terhadap karya, penampilan, dan produksi.
4. Rangkuman
Ulasan akhir berupa simpulan karya tersebut.
Rangkuman berisi summery (mengakhiri teks dengan melampirkan butiran inti-inti teks), re-statement (penegasan kembali permasalahan yang pernah disampaikan di awal), final comment (komentar akhir terhadap karya yang dibaca).
SEMOGA BERMANFAAT :)
0 Comment:
Posting Komentar